Rinjani Bag. 3: Bersiap Memulai Pendakian

by Fadhli

Perjalanan menuju Pelabuhan Lembar, Lombok, dihabiskan dengan tidur rasa guncangan ombak laut sekitar empat jam. Kuat sih kuat, ga pake muntah. Tapi guncangannya masih terasa saat saya sudah turun dari kapal. Hingga malam harinya di tenda saya minum obat untuk redakan itu.

Sampai 14 Mei dini hari di Pelabuhan Lembar, kami menunggu di musholla hingga angkutan umum beroperasi setelah shubuh. Perjalanan dengan angkutan umum dilanjutkan menuju Cakranegara sebagai meeting point kami dengan rombongan Jakarta: Moa, Eko, dan ternyata aliran fifty-fifty jadi juga: Fajar ditambah Lassie. Sambil menunggu kedatangan mereka, kami menuju ke pasar tradisional Cakra untuk membeli bahan sayuran yang berarti juga calon gembolan tambahan. Setelah selesai belanja, kami masih sempat ngaso-ngaso di masjid dekat pasar. Juga untuk membersihkan isi perut 🙂

Pertemuan semua anggota rombongan akhirnya terjadi di rumah makan soto di daerah Cakra. Mereka yang dari Bandara Lombok sudah sekalian membawa mobil rentalan untuk melanjutkan perjalanan kami ke Desa Torean, Kecamatan Bayan.

Sebelum berangkat, Sang Supir bernama Haji Ali dibantu kami mengatur ransel-ransel besar kami untuk ditaruh di atas mobilnya. Saat itu, saya mengangkat tas saya yang ukurannya lebih panjang dari yang lain dan terbungkus rain cover hitam dengan cara digendong di lengan, sambil bilang, “Laa ilaaha illallah, laa ilaaha illallah” mirip menggendong jenazah. Kontan teman-teman “mengomeli” walaupun setelah itu tertawa juga. Haha. Gpp, perjalanan sambil dzikrul-maut, mengingat mati.

Pak Sopir melajukan mobilnya ke desa dambaan, Torean. Di perjalanan, suasana riuh pun tak terelakkan. Becandaan kami, “Ayo masih ada waktu buat pikir-pikir, mau lanjut apa ga, yang kira-kira ga kuat bisa balik nanti sama Pak Sopir. Torean lho ini Torean. Yang ga kuat pulang aja” Hehehe begitulah cara kami memotivasi rombongan dengan cara maensetruum, motivasi berbalut demotivasi. Apa sebaliknya ya? Haha. Suka hati kau lah situ.

Isu yang lagi hot juga adalah kisah tragis seorang di antara kami yang perlu dihibur karena baru saja resign dari kerjaannya, sebut saja Ujang. Lagu dangdut koplo yang mengiringi perjalanan langsung disindirkan kepadanya. Ini lagu yang cocok buat Ujang, “Aku bete aku bete aku bete, aku bete sama kamu…” Hahaha. Cep cep cep, kesiaaaan 🙂

Sekitar dua jam perjalanan dari Cakranegara, akhirnya kami tiba di Torean. Jalan menuju ke sana ternyata sudah tidak seperti yang orang bilang di catatan-catatan perjalanan mereka yaitu rusak dan hanya motor yang sanggup. Sekarang sudah beraspal dan lumayan mulus walaupun ada yang menanjak curam.

Di Torean kami berhasil menemui Pak Mangku alias Pak Suhardi yang namanya terkenal sebagai porter spesialis Torean. Di sinilah kami berunding tentang rencana perjalanan. Setelah diskusi dan rakerdak (rapat kerja dadakan), termasuk lobi-lobi jasa porter, diputuskanlah kami mempercepat jadwal. Tidak besok (15 Mei), tapi sejam lagi setelah perundingan selesai. Sebuah keputusan yang alhamdulillah menguntungkan pada akhirnya bagi kami walaupun harus berhenti nanti malam terlebih dahulu di tengah hutan.

Persiapan dan packing ulang dilaksanakan untuk berbagi peran dan beban. Dua porter yang akan membantu pendakian kami dari Desa Torean ini menuju Danau Segara Anak. Selain Pak Suhardi, keponakannya bernama Budiya diajak serta.