Gn. Papandayan (Pondok Saladah) dan Cipanas, Garut Maknyusss!

by Fadhli

Trip dengan tujuan Gunung Papandayan dan pemandian air panas di Garut ini terlaksana 6 April 2012. Bersama Rika, Yanti, Nunu, Budi, Waway, Balad, dan Iril, kami merancangnya sebagai one day trip saja, walaupun pada kenyataannya 2 malam kami habiskan jika perjalanan dari Jakarta dan transit di Bandung dihitung.

Moda transportasi yang kami gunakan adalah mobil pribadi yang dipinjamkan oleh orang tua Yanti. Nampaknya ini pilihan yang baik, karena dengan 8 orang cukup untuk 1 mobil tanpa harus turun naik jika naik angkutan umum, dan biaya perjalanan dibagi rata menjadi murah-meriah saja, hitungan sekitar 100ribu per orang, lebih-lebih dikit.

Perjalanan dimulai dari Jakarta, Kamis 5 April dengan pengemudi handal: Iril. Hehe. Berangkat sekitar pukul 21.00 setelah semua tim beraktivitas di kantor masing-masing, tujuan pertama adalah transit di Bandung untuk sekedar tidur sebelum melanjutkan perjalanan. Ternyata karena menjelang libur panjang, jalan tol macet sehingga kami baru tiba di Bandung pukul 1 dini hari. 

Setelah shubuh dan sarapan, kami bergerak menuju Garut, Gunung Papandayan lebih spesifiknya. Lewat dari Bandung, kami menyusuri Jalan Nagreg yang terkenal dengan liukan tanjakan dan turunannya. Dengan keindahan alam di samping kiri dan kanan, makin membuat anggota tim tertidur #lho. Hehehe.

Dan seperti biasa, karena belum pernah ada yang ke sana sebelumnya (kebiasaan tim #ngetengmania) jadilah agak nyasar dikit-dikit. Berangkat sekitar jam 5 baru sampai di pos pendakian sekitar pukul 10. Perkiraan saya, jika sudah tau jalan, perjalanan bisa ditempuh dalam waktu 3 – 4 jam saja karena jalur yang dilalui jalur besar menuju kota Garut, dilanjutkan ke arah Cikajang, dan jika sudah sampai di Pasar Cisurupan, tinggal lurus menanjak saja.

Dari gerbang ini, masih sekitar 10 km lagi untuk tiba di pos pendakian

Sebelum memulai pendakian, kami harus mendaftar di pos pendaki. Hal yang ditanya di pos ini adalah berapa orang yang ikut? 8 orang Pak. Tujuannya sampai mana? Rencana sampai Tegal Alun Pak, tapi liat nanti deh sekuatnya. Apakah akan berkemah atau tidak? Tidak Pak. Merekam gambar atau memfoto untuk komersial atau tidak? Tidak Pak. Butuh pemandu atau tidak? Tidak (ada uang), Pak. Hehe. Maka dengan membayar 5ribu per orang, dan tambahan sukarela, kami diperkenankan untuk mulai mendaki.

Laporan ke penjaga pos

Gunung api yang masih aktif dengan ketinggian 2665 mdpl ini dalam beberapa review dikatakan sebagai gunung untuk pendakian pemula. Medannya tidak terlalu terjal dan cukup sumber air. Tetapi kehati-hatian tetap diperlukan. Beberapa pendaki ada yang dikabarkan pernah hilang. Memang hanya ada satu jalur pendakian di sini, tetapi medannya yang terbuka dan luas kadang cukup membingungkan.

Hanya 5 – 10 menit dari pos pendakian, kita sudah disuguhi pemandangan batu-batu kuning yang di sela-selanya timbul asap dan berbau belerang. Mungkin di sinilah pusat aktivitas vulkaniknya. Saran kami, jangan terlalu lama di sini, karena pernapasan kita akan menghirup banyak belerang. Gunakan masker atau handuk yang lembab/sedikit dibasahi untuk menutup hidung jika tidak kuat.

Semacam kafilah di bukit berbatu… 😀

Asap aktivitas vulkanik

Setelahnya warna alam berubah, dari batu-batuan yang kuning pucat, menjadi coklat tanah dan hijau pepohonan. Kita akan berjalan turun sedikit, melewati aliran sungai, dan kembali menanjak.

Menuruni area hijau…

Menyeberangi sungai kecil…

Naek lagi… Yosh!

Sampai di atas, kita bisa menoleh balik. Dan inilah pemandangannya.

Indaaah banget kaan? Subhanallah…

Dari situ kami melanjutkan perjalanan ke Pondok Saladah, tempat biasa orang mendirikan kemah jika akan menginap sebelum menuju puncak. Di Pondok Saladah ini ada sumber air yang melimpah, area terbuka luas, dengan sedikit pohon edelweiss yang menunggu mekar.

Di tempat inilah kami beristirahat, menghabiskan makan siang, sholat, tidur-tidur sejenak, dan tidak lupa, foto-foto…

Pondok Saladah…

Dekat Edelweiss yg menunggu mekar 😀

Sampai di Pondok Saladah ini, tim memutuskan untuk kembali. Walaupun sebenarnya hanya butuh sekitar 4 jam lagi untuk mencapai puncak, namun mengingat waktu yang sudah lewat tengah hari, dan stamina yang harus dijaga kami tidak melanjutkan. Rencana ke Tegal Alun pun tidak jadi. Hingga kembali ke pos pendakian, waktu sudah menunjukkan pukul 17.00.

Daaah Gunung Papandayan, saya pribadi berniat kembali suatu saat nanti untuk mencapai puncak…

Kemudian perjalanan dilanjutkan ke pemandian air panas di daerah Cipanas. Mobil yang berlalu-lalang dari dan ke sana kebanyakan berplat B atau D juga. Yaaah, ketemu lagi orang-orang kota. Dan sampai di tempat sekitar pukul 18.30, ternyata parkiran dan tempat pemandian juga sudah penuh. Tapi tidak mengapa, lumayan air panas untuk menghangatkan badan yang pegal-pegal setelah mendaki. Tiketnya 25 ribu rupiah.

Air panasnya yang menggelegak menjadi ajang uji nyali di antara kami (yang cowok saja tentunya), karena yang cewek lebih baik melaksanakannya di tempat tertutup di sana. Semacam mendapat pijatan di seluruh bagian tubuh.

Sekitar satu sampai satu setengah jam di pemandian air panas, kami kembali ke Bandung untuk pulang. Kejadian tidak enak, ternyata mobil kami di parkiran dicucikan oleh tukang parkir, padahal kami tidak minta. Harganya 15ribu rupiah. Beeuuuh.

Di perjalanan pulang, kami sempatkan dulu makan malam di salah satu rumah makan di sana.

Garut, maknyusss!

Tulisan dari pelaku lain, Iril (my younger bro, n expert driver, :D) -> Jangan ke Papandayan, Kalau Ga Mau Terpesona !