Selintas Tulis

Tulisan Sekali Duduk..

Category: Jalan-Jalan Nusantara

Gagal Jalan

Februari: cobain nunggangin dan mandiin gajah patroli Pos Pemerihan Taman Nasional Bukit Barisan Barisan Selatan, Lampung. Pengen itu gara-gara nonton edisi pertama 100 Hari Keliling Indonesia Kompas TV. Gagal karena maskapai penerbangan membatalkan penerbangan Bandung – Bandar Lampung dan sebaliknya. Walaupun agak sayang, karena dapet tiket murah banget pp, untung masih lampung yang bisa diudag lewat darat aja kapan-kapan dan relatif murah juga. (Kapan ya? :D)

Juli: ke Pekanbaru. Niatnya pengen ke Bono sama liputan tentang Ramadhan di pulau sebrang. Diputuskan gagal H-2 setelah dapat kabar bahwa waktunya beririsan dengan ujian akhir. Alhamdulillah tiket yang hangusnya promo aja. Mudah-mudahan bisa diganti pake sekali liputan dalam kota 🙂

Rinjani (Tamat): Pulang dengan Sejuta Kenangan

Sekitar pukul 9 kami turun dari Puncak. Kali ini lebih enak karena turun, perbandingan waktu bisa setengahnya saja dari naik. Tapi panas masih terus menyengat. Saat kami turun, masih pula berpapasan dengan mereka yang berjuang mendaki. Kalau ga ingat bagaimana susahnya kami sendiri waktu naik, pengen ketawa sambil bilang, “Pada mau ke mana siih? Capek, capek… Yuk ah turun aja, ngopi” Hha. Salah satu di antara mereka adalah pasangan yang anaknya turut digendong dengan bantuan porter. Entah, mungkin ada hajat apa ke puncak. Kasihan sih sebenarnya.

Eko paling depan karena bertugas mengambil air di mata air dekat Pelawangan Sembalun. Saya bertemu dengannya di sumber mata air itu kemudian, dan sempat mandi koboy di situ, untuk sekedar membasuh rambut yang sudah lepek dari kemarin, dan menyegarkan badan. Eko kembali ke tenda duluan. Saya bertemu kembali dengan pasukan lain yang baru tiba dekat percabangan ke sumber air. Kami kembali ke tenda di tengah hari.

Sampai di tenda, ada tenda lain yang sudah berdiri mepet-mepet, dan ada sekelompok pendaki bule yang meneduh. Diih mepet-mepet. Tapi masih ada ruang untuk gelar alas makan dan sholat di samping tenda. Oh iya, kaus saya yang digantung di pohon sebelum berangkat muncak juga sudah tiada. Ah, mungkin kerjaan monyet jahil. Kaus itu juga yang bersama saya khatam Semeru padahal. Ikhlaskan.

Read the rest of this entry »

Rinjani Bag. 6: Akhirnya Menapak Puncak

17 Mei 2014. Tepat pukul 00.00 alarm jam tangan saya berdering, namun kami masih bergeming menahan angin dan dingin di dalam tenda. Namanya juga perjuangan, seringnya harus dipaksakan. Maka satu per satu kami mulai bangun, membereskan kembali barang-barang yang akan dibawa ke puncak. Rencananya kami akan melakukan hal yang kurang maensetruuum, yaitu masak di puncak.

Berdoa selesai setelah dimulai, kami berjalan di bawah pancaran bintang. Perlahan melewati tenda-tenda yang masih gelap. “Kita yang pertama nih jalan… siap-siap nanti kita liat iring-iringan lampu di belakang…” sambil senyum-senyum sok merayakan kemenangan sebelum “perang” dimulai. Memang sebelum gelap kami menatap puncak, sempat terbersit juga dalam hati, “Ooooh itu… keliatan ya…

Di awal-awal laju kami masih lumayan konstan, walaupun kadang terseok turun kembali setelah naik akibat medan yang berpasir kering. Webbing beberapa kali dimanfaatkan supaya membantu naik. Satu jam berjalan kami masih pede, “Ini masih jam 1.30 lho… ntar kecepatan nyampe puncak ngapain? masih gelap juga…” Kami tatap ke bawah, lampu-lampu mulai beriringan jalan pula naik ke puncak. Tatap ke atas, ujung puncak sudah terlihat, walaupun kami harus menyadari bahwa akhirnya itu bagai fatamorgana. Tatap ke samping kanan, secara aerial kami lihat Danau Segara Anak dan Gunung Baru Jari. Tatap ke samping kiri, jurang. Hha…

Read the rest of this entry »

Rinjani Bag. 5: Segara Anak – Pelawangan Sembalun

Masih di Danau Segara Anak. Danau dengan ketinggian lebih dari 2000 meter di atas permukaan laut yang terbentuk sebagai kaldera saat Rinjani meletus dahulu. Di salah satu sisinya berdiri kokoh anak Rinjani, yaitu Gunung Baru Jari yang masih sering mengepulkan gas ke udara.

Air danau mengandung belerang, airnya tidak kami jadikan sumber air minum. Ada aliran mata air jika ingin mendapat air jernih sekitar 1km dari danau ini, dengan arah yang sama jika ingin menuju ke tempat perendaman air panas di bawah air terjun.

Pagi hari kami habiskan waktu dengan foto-foto berbagai gaya. Dilanjutkan dengan masak, makan dan bercengkrama. Kami kira masih banyak waktu sebelum melanjutkan perjalanan ke Pelawangan Sembalun yang rencananya baru akan dimulai tengah hari.

Di pagi ini juga kami berpisah dengan Pak Suhardi dan Budiya, porter kami dari Torean. Agak tidak enak sebetulnya karena mereka tambah menginap satu malam di Segara Anak disebabkan kami tiba terlalu senja kemarin. Rencana awal adalah kami tiba di Segara Anak sekitar pukul 2 siang sehingga para porter tersebut bisa segera pulang sebelum gelap. Namun begitulah keadaan kami. Bagaimanapun, terima kasih banyak Pak, Bud!

Read the rest of this entry »

Rinjani Bag. 4: Torean Jadi Kenyataan

Dimulai dengan berdoa, pukul 15.00 WITA, 14 Mei 2014, tujuh manusia biasa yang kerjaannya cekikikan dibantu dua orang porter melangkahkan kaki membelah jalur Torean. Sebuah jalur yang belum selazim Sembalun atau Senaru untuk menggapai Rinjani, puncak gunung api tertinggi kedua se-Indonesia.

Yang biasa melakukan pendakian lewat jalur ini adalah para peziarah. Mereka biasanya mencari pengobatan dengan berendam di kolam air panas yang terdapat di Gua Susu yang dilewati jalur Torean, terkadang hingga ke Segara Anak.

Target kami hari ini adalah sampai di sumber air pertama sebelum gelap untuk mendirikan tenda. Jalur diawali dengan ladang-ladang warga sebelum memasuki area hutan. Karakter jalurnya naik, turun, naik lagi, turun lagi, begitu bergantian.

Tidak ada hambatan yang berarti dalam perjalanan ini. Hanya sempat seorang di antara kami, sebut saja Mawar, yang harus menyelesaikan urusan pencernaan dulu untuk pertama kalinya di area hutan. “Lagian minum pencahar sebelum mulai mendaki…” komentar kawan lain yang kena jatah nemenin. Kami para lelaki sudah duluan di depan.

Read the rest of this entry »

Rinjani Bag. 3: Bersiap Memulai Pendakian

Perjalanan menuju Pelabuhan Lembar, Lombok, dihabiskan dengan tidur rasa guncangan ombak laut sekitar empat jam. Kuat sih kuat, ga pake muntah. Tapi guncangannya masih terasa saat saya sudah turun dari kapal. Hingga malam harinya di tenda saya minum obat untuk redakan itu.

Sampai 14 Mei dini hari di Pelabuhan Lembar, kami menunggu di musholla hingga angkutan umum beroperasi setelah shubuh. Perjalanan dengan angkutan umum dilanjutkan menuju Cakranegara sebagai meeting point kami dengan rombongan Jakarta: Moa, Eko, dan ternyata aliran fifty-fifty jadi juga: Fajar ditambah Lassie. Sambil menunggu kedatangan mereka, kami menuju ke pasar tradisional Cakra untuk membeli bahan sayuran yang berarti juga calon gembolan tambahan. Setelah selesai belanja, kami masih sempat ngaso-ngaso di masjid dekat pasar. Juga untuk membersihkan isi perut 🙂

Pertemuan semua anggota rombongan akhirnya terjadi di rumah makan soto di daerah Cakra. Mereka yang dari Bandara Lombok sudah sekalian membawa mobil rentalan untuk melanjutkan perjalanan kami ke Desa Torean, Kecamatan Bayan.

Read the rest of this entry »

Rinjani Bag. 2: Transit di Bali

Sudah semestinya pada bagian ini pertama kali saya ucapkan terima kasih kepada kawan dan “abang” Refi beserta Hana, isterinya, yang merelakan mobil dan rumahnya untuk kami gunakan di Bali.

Jadi ceritanya, sejak Maret sudah saya info beliau bahwa kami akan “merepotkan” dengan numpang di rumahnya saat transit sehari semalam di Bali. Singkatnya, pada hari-H ternyata Refi sekeluarga justru ke Jakarta dan Cilegon. Tapi dengan kebaikannya, kami malah diizinkan menggunakan mobil dan rumahnya secara leluasa. Saat di Jakarta, kuncinya sudah diberikan ke tangan kami.

Ardi, Lila, dan saya terbang dari Jakarta ke Bali pada 12 Mei. Tiba di Bandara Internasional Ngurah Rai, kami menuju tempat parkir mobil Refi yang ditinggalkan di situ saat dia berangkat ke Jakarta.

Dengan hidung yang masih agak berat karena dua hari sebelumnya terserang meler, kemudi saya pegang. Ga tau kenapa hidung suka meler dan bersin-bersin kalo abis packing, alergi debu yang nempel di peralatan mungkin. Tapi hari itu sudah jauh membaik.

Read the rest of this entry »

Rinjani Bag. 1: Racun itu Bernama Torean

Rinjani. Sepulang dari Semeru Juni 2013 sudah menjadi target berikutnya. Dalam sticky note yang ditempel di peta di dinding kamar, saya tulis “Rinjani, 2014.” Kompanion yang juga menginginkan pergi ke sana adalah Balad.

Waktu berlalu, namun rencana belum ditindaklanjuti secara serius. Hingga tibanya racun itu menghantui menjadi hantu yang meracuni #naonatuh. Adalah Tempo Edisi Spesial pake 100 Surga Tersembunyi di Indonesia yang menjadi pemicunya. Dikompori Lila, saya turut membelinya. Rinjani tertera menjadi salah satu “surga.” Tetapi itu tidak melalui jalur biasa. Jalur Torean yang ngeri-ngeri sedep menjadi harga untuk itu.

Racun-racun terus menghiasi laman chat grup kami, gambar dari mereka yang sudah pergi ke sana seperti mengejek kami, “Mari ke mari…” *pake emot melet. Indah sih indah, tapi eddaann karena… ntar diceritainnya, semua ada waktunya, kawan. Ini masih pembukaan.

Januari 2014 tiba. Kawan-kawan saya: Fajar, Moa, Lila ditambah saksi Icrut bermain ke Bandung, jalan-jalan. Eh, ternyata ada agenda sampingan yaitu lobi-lobi agenda perjalanan jauh. Singkatnya mereka saling loba-lobi intrak-intrik, saling sandera posisi dan politik dagang combro (sapi kemahalaan :)).

Keputusan akhirnya jatuh pada Rinjani via Torean dan Wakatobi dengan syarat: yang ngusulin Wakatobi ikut Rinjani, yang ngusulin Rinjani ikut Wakatobi. Aturan ga berlaku pada saya yang bermain aman. Hhaa… Wakatobi nyelem soalnya coy, belom bisaa. Saya hanya ikut Rinjani. Digoyang kayak gimana juga cengengesan aja lah :). Agenda pun ditempel di “mading” Ngetengmania. Beberapa yaang lain menyatakan hendak turut.

Waktu berlalu, sampai Maret yang sudah pegang tiket berangkat: Lila, Moa, Andin, Azmi, Balad dan saya. Bulan April tiba, Andin dan Azmi undur diri, sementara Lila, Moa, Balad dan saya melanjutkan membeli tiket pulang. Ada tambahan kawan Moa yang bernama Eko memastikan bergabung. Fajar yang dulu termasuk paling aktif melobi ternyata masih fifty-fifty.

Sebagai informasi, Saya, Balad dan Lila akan melakukan rute perjalanan via Bali tanggal 12 Mei. Pengiritan, maklum mahasiswa. Sementara Moa dan Eko langsung ke Lombok tanggal 14 Mei. Setelah kami bertemu nanti, pendakian akan dimulai 15 Mei.

Secara pribadi, saya sempat terguncang prahara sedikit karena ada matakuliah yang akan ujian, termasuk tugas setara ujian, yang waktunya bisa jadi beririsan dengan jadwal perjalanan. Tapi Bismillah saya putuskan untuk lanjut. Lobi-lobi sekretariat akademik nanti. Pendakian puncak gunung api tertinggi kedua se-Nusantara niih… 🙂

Hingga tibanya H-1 sebelum keberangkatan kami ke Bali, Balad ikut mengundurkan diri. Ini awal huru-hara, walaupun berujung hepi buat Ardi. Dia ditomplokin rejeki tiket gratis limpahan Balad.

Di pihak lain, Fajar mengupayakan tiket walaupun masih fifty-fifty. Urusan jumlah tenda yang bikin belibet. Ardi bingung karena diminta bawa tenda lebih padahal jumlah peserta belum pasti. Moa tampak emosi membela Ardi. Fajar terus kasih umpan lobi. Hahaha.

Lupakan urusan tenda. Kami yang jalan via Bali tetap harus berangkat esok hari. Maka 12 Mei, saya berangkat dari Bandung menuju Bandara Soekarno-Hatta. Di sana bertemu Ardi dan Lila untuk terbang ke Bali… ngeeeeeng ckes ckes… 🙂

The Beauty of Rinjani (via Torean)

Documentation of stepping our feet on the second highest volcano in Indonesia, Mt. Rinjani through the exotic Torean track, 14-18 May 2014. Can not say much about this, please just watch! 😀


Trailer


Part 1 – Torean Village to 1st shelter


Part 2 – Pelawangan Torean, Jurang Kurus, Propok, Sungai Kokok Putih, Goa Susu


Part 3 – Segara Anak, Pelawangan Sembalun, Summit, Sembalun Track

 

Petualangan Baluran (Hari ini Setahun Lalu :D)

Hari ini, setahun lalu (29 Maret 2013), saya bersama Moa, Lila, Azmi, Fajar dan Rido sedang menantang panasnya matahari. Ga tanggung, 12 kilometer jalan kaki, demi meng-complete-kan our adventure, kalimat yang menjadi jargon terpampang besar di plang Taman Nasional Baluran, Situbondo, Jawa Timur. Rasanya Joss!

Sebetulnya kami sampai tengah malam, sekitar pukul 00.00 setelah tur dari Pulau Sempu (Malang), lanjut ke Terminal Probolinggo dan lanjut ke Pos Taman Nasional Baluran diiringi musik koplo Jawa Timuran sepanjang perjalanan bis 5 jam-an. Setelah sampai, kepada Pak Satpam yang jaga kami melobi agar boleh langsung berjalan kaki menuju Savana Bekol, bagian dalam Taman Nasional yang di sanalah kami akan menginap. Tapi ora iso, rek. “Masalahnya kalau ada binatang-binatang yang keluar ke jalan malam gimana ya Mas, Mbak, ndak bisa eeh,” kata Pak Satpam. Akhirnya kami tidur dulu di bilik-bilik dekat pos pintu masuk.

Waktu Sampe Tengah Malem, photo: Azmi

Waktu Sampe Tengah Malem, photo: Azmi

Read the rest of this entry »